Catatan Akhir Tahun
Tidak terasa kita sudah berada di minggu terakhir bulan desember, tinggal menghitung hari kita akan menjajaki petualangan baru di tahun 2018. Sebelum melangkah menuju destinasi baru, aku mau flashback ke belakang untuk melengkapi perjalanan dalam petualangan ini. Bagiku tahun 2017 ini memberikan kesan lebih dari biasanya, dibanding tahun sebelumnya. Tidak berupa pencapaian target tapi malah merasa ada banyak hal yang aku lalui dengan kegagalan. Aku menyebutnya GAGAL, pada saat itu.
Di awal tahun pada bulan Januari itu adalah kegagalan pertama yang dialami. Aku merasa gagal karena harus menerima kalo UNJ putri hanya mendapat peringkat 3 pada Kejuaraan Indoor tertua di negeri ini, Invitasi Hoki Ruangan Perguruan Tinggi (IHRPT) ITB. Kami kalah di babak semi final lawan UPI, lewat Finalty Shout out. Terlebih setelahnya aku merasa terus mimpi buruk kalo inget kenapa waktu itu gak ngambil kesempatan untuk menjadi salah satu penembaknya. Hari itu gak menangis, tapi jujur aja sampai dua minggu kedepannya terus mimpi buruk gara-gara itu.
Setelah melewati event itu ada Invitasi Hoki Ruangan Mahasiswa Se-DKI Jakarta, kami juga kalah lawan STEI di final dan harus menerima hasil sebagai Runner Up di kejuaraan yang hadiahnya paling besar se-Indonesia itu. Hari itu aku juga tidak menangis, hanya saja cemberut dan mulai merasa muak dengan semua kekalahan. Apakah sampai di sana? TIDAK.
Tentu saja bekerja keras, latihan, latihan, latihan. Itu yang dilakuin di hari Selasa, Kamis, Sabtu dari sore sampai larut malam. karena bukan hanya aku yang ingin menang, tapi semuanya juga bertekad sama untuk menjadi pemenang. Target berikutnya setelah itu bukan main-main, karena kita akan bertanding di kandang sendiri yang arenanya setiap jengkal sudah sering kita jajaki. Target Juara sudah di depan, waktu itu aku berpikir untuk tidak gagal lagi. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, yang detail ceritanya bisa dibaca disini.
Hari itu aku menangis hebat, bertanya tentang “KENAPA”. Setelah beres pertandingan itu aku tak peduli apapun, yang bisa dilakukan detik itu juga adalah menangis. Marah adalah yang aku lakukan setelahnya, aku marah pada semuanya termasuk pada diri sendiri dan yang gak bisa ditahan saat itu adalah marah sama Risma sama Rika dan mengungkapkannya. Hari itu adalah kekalahan untuk semua hal, aku juga kalah mengendalikan emosi, dan tenyata hari berikutnya yang terjadi adalah marahan sama risma sama rika, satu sama lain saling diam, saling sibuk dengan pikirannya sendiri dan itu berlangsung lama.
Marahan itu adalah marahan terbesar yang ada di sepanjang persahabatan kita, lengkap sudah semuanya. Aku membatin “Kenapa ini semua terjadi” dan aku masih keras mencari alasannya, yang tidak ditemukan juga.
Semuanya perlahan membaik ketika aku mencoba mendamaikan diri sendiri lalu meminta maaf dengan semua keberanian yang aku punya, padahal hari itu aku merasa sangat canggung dan malu sama seperti pertama kali mengenal mereka, hari itu juga aku tak menemukan jawaban dari permintaan maaf itu, hanya saja setelahnya suasana antara kita perlahan membaik.
Hal berikutnya masih sama tentang hoki dan sebuah persahabatan, kita semuanya mencoba bangkit dari semua keterpurukan, kita akhirnya berhasil memenangkan gelar JUARA di Invitasi Hoki Ruangan (IHR) ISTN yang bisa di baca disini. Lalu aku juga ke Malaysia (lagi) yang kisahnya udah aku tulis disini. Setelah itu berturut-turut event yang diikuti.
Tahun 2017 ini titik balik dalam menyikapi segala sesuatunya dan tentang kenapa semua itu terjadi jawabannya ditemukan ketika naik gunung, ke Gunung Gede, yang sebenarnya kisah ini belum dibagikan di blog, hanya menguap di local disk D laptop.
Entah kenapa harus aku temukan ketika naik gunung tapi pelajarannya banyak banget yang bisa diambil, sangkut pautnya sama hidup yang aku jalani. Selain itu aku jadi tau siapa diri yang sebelumnya belum pernah aku sadari.
Perjalanan menuju puncak gunung gede saat itu memberikan kesan yang mendalam, selain karena itu adalah pendakian pertamaku. Aku selalu ingin berada di barisan paling depan, karena tujuan saat itu adalah puncak Gunung Gede. Jujur aja aku sangat tidak sabar dengan apa sensasi yang disuguhkan puncak Gede itu. Tapi, ternyata perjalanannya jauh, terjal, dan juga tidak sampe-sampe. Aku mengumpat dalam hati tentang “Kapan aku akan sampai puncak”.
Hari itu tidak hanya rombongan Perkumpulan Hoki UNJ yang nanjak lewat jalur itu. Tapi banyak juga orang yang nanjak dan beberapa malahan sudah turun. Meskipun kita tidak saling mengenal tapi selalu bertegur sapa dengan semua orang yang kita temui, bebapa menyemangati untuk tetap mendaki. Beberapa orang yang bilang kalo naik gunung itu jangan kecepetan jalannya yang penting continu. Sesekali berhenti boleh, tapi jangan kelamaan karena nanti iramanya hilang dan jangan lupa perhatikan sekeliling, jangan sampai melewatkan apa yang di suguhkan alam, satu kata “Nikmati”.
Aku mencoba itu, dan ternyata benar. Aku terlalu fokus ke puncak sampai melewatkan banyak hal yang dilalui, padahal hidup ini bukan hanya tentang bagaimana sensasi berada di puncak itu tapi adalah pelajaran yang bisa kita ambil ketika mencapai puncak itu.
Lalu aku coba menikmati perjalanan itu, mencoba menerima semua keindahan yang alam suguhkan ketika datang. Sesaat kemudian aku sadar dalam hidup yang kujalani kadang kurang menikmati sebuah perjalanan karena selalu fokus dalam satu hal. Tentang jawaban “KENAPA” itu, aku jadi tau kalo aku adalah manusia yang terlalu mengatur Tuhan, padahal dalam agama, kita harus beriman pada qada dan qodar, pada takdirnya Allah. Aku kadang sulit untuk menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidup, tapi tidak aku inginkan. Padahal Tuhan punya maksud sendiri untuk mendewasakan kita lewat perjalanan yang harus dilalui. Terlebih lagi aku suka atau tidak suka, semuanya akan tetap terjadi. Sebelum melangkah lebih jauh, aku harus menerima semua kegagalan dan seperangkat rasa yang dimiliknya sebagai sebuah pelajaran yang bisa gue pahami kemudian tentang semua yang telah terajadi.
Bang Izza bilang, “Kalo untuk hal kecil saja kita sudah menyalahkan Allah bagimana dengan hal besar lainnya, padahal ini baru segini.... di luar sana masih banyak yang lebih dari ini, sabar.” Jadi intinya tentang semua kegagalan yang aku katakan di awal itu bukan hanya tentang kegagalan tapi itu adalah tentang cara aku belajar MENERIMA, karena dari penerimaan itu kita bisa jadi paham banyak hal yang nantinya tetap akan menjadi bagian dalam hidup kita yang akan kita syukuri karena semua itu terjadi. Allhamdulillah, jangan lupa bersyukur..
Allhamdulillah juga akhirnya catatan akhir tahun ini sudah selesai, semoga ke depannya semakin baik menurut Allah. Aamiii allahuma Aaamin.
Komentar
Posting Komentar