Sabtu, 2020!

Aku setuju dengan ungkapan bahwa tahun ini hanya terdiri kurang dari 12 bulan. Rasanya tahun ini hanya ada januari, februari, maret, agustus, november dan desember. Sisanya tak ada, entah kemana. Kita tak bisa mencarinya kemana-mana, sebab kita dipaksa hanya tinggal di rumah. Bagi sebagian orang momen ini seperti bertemu dengan dirinya sendiri, ada juga yang mengembangkan bakat terpendam karena teredam kesibukan sebelumnya, beberapa peluang usaha terbuka, tapi beberapa pekerja dirumahkan dan dipaksa berhenti bahkan saat kontrak belum terpenuhi sepenuhnya. 


Pada masa kurungan mandiri ini, aku melewatkannya di-dua tempat. Karantina mandiri periode maret sampai juli di rumah orang tuaku. Sedangkan periode ke-dua ini kujalani di rumah orang lain yang kubayar setiap sebulan sekali, kadang juga telat.   Kalo ditanya mana yang lebih nyaman, jawabannya adalah di rumah orang lain. Apa ini menyakitkan kedua orang tuaku?


Sebagai anak yang sudah hampir enam tahun meninggalkan rumah, kini definisi rumah jadi berbeda untukku. Orang tua memang rumah yang sesungguhnya, tempat kepergian dan kepulangan yang selalu memaklumi, hanya saja tinggal lama di rumah juga membuatku kurang nyaman. Tapi Jakarta tak pernah menjadi tempat liburan, bahkan saat aku sedang tak bekerja sekalipun. 


Bagiku, Jakarta adalah ruang belajar yang memiliki banyak labirin. Aku dituntut untuk terus belajar, memahami banyak hal. Tempat beberapa tanya bertemu dengan jawabannya. Aku suka belajar, tapi aku tak suka kesakitan, kadang aku benci bertemu jawaban. Terlebih jawaban yang kutemui tidak sesuai dengan imajinasi yang tersimpan rapi dalam ruang kecil bernama ekspetasi.


Menurut rasi bintang, aku adalah pisces. Aku pemendam yang ulung. Tapi memendam terlalu banyak kesakitan juga memuakkan, bukan? 

Sesekali, aku juga ingin hanya memikirkan diri sendiri. Bertindak semau-maunya. Tanpa dihantui perasaan bersalah setelahnya.


Ah, awalnya aku tak akan menulis ini. Aku membuka halaman ini hanya ingin mengingatkan diri sendiri untuk bersyukur. Hari ini, sabtu pagi di Jakarta bagian timur hujan. Deres sebentar kemudian sisanya hanya gerimis. Aku bisa menikmati tempat tidur yang menarikku untuk terus pulas, bangun tanpa tergesa-gesa, tetap berada di dalam rumah apapun yang terjadi. Berbeda dengan hari sabtu di bulan oktober tahun 2019 lalu, meski hari libur hujan di pagi hari, aku harus tetap berangkat kerja, kehujan sedikit, setelah itu naik transportasi umum, dan melanjutkan tidur sampe di tujuan. 


Hari ini lebih menyenangkan, bukan?

Alhamdulillah~

Terima kasih, Allah.. telah mengabulkan do'a-do'aku.

Keluhanku tahun lalu, ditanggapi Tuhan tahun ini. Nasib baik!

Jika sabtu tahun lalu rezekinya berupa pekerjaan, perjalanan dan pelajaran, maka sabtu tahun ini rezekiku berupa waktu luang, sehat lahir batin dan lenyeh-lenyeh. Juga, rezeki lain yang tak terhitung jumlahnya, tak akan pernah. 


Selamat hari sabtu!

Komentar

Postingan Populer