Aku dan Bapak
Pagi ini aku mau cerita tentang 'Bapak'. Laki-laki pertama yang menjadi cinta pertama anak perempuan (katanya). Bagiku tidak, bapak ya bapak, dengan semua peran dan ke-kakuan yang ada padanya. Aku bukan tipe yang terlalu deket sama orang tuanya, tapi kedekatan itu lama-lama mulai ada saat aku kuliah. Aku mulai berani menceritakan segala hal kepada mereka, dibanding saat aku sekolah. Orang tua adalah sosok yang disegani, rasanya mau menyampaikan apapun harus mikir berulang kali. Seperti bukan hidup di keluarga yang demokratis. Segala hal adalah keputusan mama atas ijin bapak.
Saat aku menyampaikan keinginanku untuk kuliah, bapak sempat melarangku. Waktu itu satu-satunya alasan yang kutahu adalah kondisi ekonomi keluarga. Tapi justru buatku semua itu adalah tantangan, aku optimis bisa menaklukkannya. Sekarang kalo dipikir lagi, alasannya kukira bukan cuma itu. Perkara melepas anaknya pergi merantau, mungkin semua orang tua tak punya keahlian itu, hanya saja sebagian mampu menutupi dan merelakan egonya demi anaknya. Mungkin itu juga yang dirasakan kedua orang tuaku. Kemudian dalam menjalani hari mereka diliputi rasa khawatir.
Hari ini, setelah aku menyelesaikan jenjang kuliah, aku semakin paham tentang; hari itu bapak melarang bukan tak percaya padaku, tapi juga tak percaya pada dirinya sendiri. Pengecualian momen itu, aku merasa bangga bisa menentang bapak dan membuktikannya. Selain dari itu aku adalah penurut yang ulung. Aku tak pernah pergi ke suatu tempat tanpa ijin mereka. Jangan heran jika hari ini ditanya tempat-tempat yang bagus dan menarik di Garut tak ada satu rekomendasi pun dariku, memang aku tak tahu. Setelah beberapa kali bapak tak memberiku ijin, aku males ijin lagi untuk main, kecuali sama keluarga. Tapi akhirnya bersyukur juga karena semua hal itu bapak jadi percaya padaku untuk tinggal di ibu kota. Aku bisa melakukan hal apapun di sini, jika aku mau. Sayangnya setiap hal yang aku lakukan dan jauh dari norma keluarga, membuatku berpikir ulang untuk melakukannya, dan nuraniku tak pernah mengijinkan tuannya melakukan hal aneh-aneh.
Ternyata bukan hanya bicara soal mama ya, yang tak ada habisnya. Bercerita tentang bapak juga tak ada habisnya. Ada satu hal yang selalu membuatku bersyukur memiliki ayah seperti bapak. Beliau adalah pendengar yang memiliki kuping lebar dan tak pernah memotong pembicaraan saat aku berceloteh. Manusia pertama yang mengajarkanku berpikir secara logika, meskipun sampai hari ini aku belum sepenuhnya mampu berpikir menyeluruh secara logika.
Sayangnya, bapak tak pernah mengijinkanku menangis. Entah untuk alasan apapun, sebenarnya menangis adalah hal yang sulit kutahan. Setiap kali aku menangis, bapak selalu memintaku berhenti atau dia akhirnya marah. Suatu hari nanti, jika Allah memberikanku kesempatan untuk memilih, aku akan memilih pasangan hidup yang tak memintaku berhenti menangis saat aku sedang menangis. Alasannya cukup aku yang tahu, kamu makan tempe saja. Hehehe.
Udahan dulu ya, nanti malam aku juga masih akan bercerita, kalo mau. Wk. Sebagai bonus aku kenalin sama bapak ya (lewat foto), sisanya kamu urus sendiri.
Komentar
Posting Komentar